Menyambut Bulan Tiga
Bulan yang berganti tak mungkin serta-merta mengganti apa yang telah hilang, atau menyembuhkan apa-apa yang luka. Namun, aku mendapati diri menarik napas lega melirik tanggal yang kembali menjadi angka satu.
Setidaknya, bulan yang baru dapat memberikan sedikit sense of a fresh start yang membebaskan. Meski perasaan dan kesempatan itu sebenarnya bisa didapatkan setiap hari. Aku bersyukur bisa merasakan perasaan ini lagi.
Aku lebih bersyukur telah menemukan Februari. Februum, seperti namanya, berarti pembersihan, penyucian, hujan. Konon, di majalah anak-anak yang dulu sering kubaca, itulah mengapa hujan turun dengan deras setiap bulan dua. Seperti puncak selebrasi. Awalnya aku benci musim hujan yang panjangnya minta ampun ini, namun lama-lama kita menjadi teman baik. Dari rinainya yang menderas sepanjang jalur ringroad dan tiba-tiba kering lagi sesampainya aku di Babarsari, aku belajar banyak hal.
Bahwa masih begitu panjang jalan yang harus kutempuh untuk bisa merasa cukup dengan diri sendiri. Oh, betapa banyak yang harus dibenahi. Meskipun batas cukup adalah sesuatu yang ada dalam kendali, menyelami diri sehari-hari membuatku sadar dengan teramat bahwa aku bisa menjadi lebih baik dari ini.
Setidaknya cukup baik untuk menjadi suatu kepastian bagi hal-hal yang selalu aku inginkan. Cukup baik untuk mudah mendapatkan jawaban dari hal-hal yang selalu aku nafikan.
Jadi, selamat datang bulan tiga bersama segala ketakutan dan keberanian yang kupegang erat seperti buku pedoman. Kali ini, kita melangkah lebih pasti, ya.